Menurut Poengky, jika benar adanya AKBP Achiruddin membiarkan penganiayaan dan menodongkan senpi, maka harus diproses pidana dan disidang etik.
“Jika benar demikian, maka ayah tersangka yang merupakan anggota Polri perlu diproses pidana dan diperiksa terkait dugaan pelanggaran kode etik,” katanya.
Dia berharap proses penyidikan dilakukan secara profesional. Sehingga di kemudian hari tidak ada lagi anggota Polri dan keluarganya yang melakukan tindakan tercela.
“Kami berharap proses penyidikan dilakukan secara profesional dengan dukungan scientific crime investigation dan disampaikan secara transparan kepada publik. Kami berharap seluruh anggota Polri dan keluarganya taat hukum, dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang tercela, termasuk antara lain melakukan kekerasan dan pamer kemewahan,” jelasnya.
“Harus diingat bahwa pengawas Polri tidak hanya pengawas internal, melainkan ada juga pengawas fungsional yaitu Kompolnas dan pengawas eksternal lainnya, termasuk peran serta publik dalam mengawasi Polri,” imbuhnya.
Kasus penganiayaan Aditya ke Ken Admiral dipicu persoalan wanita. Awalnya Ken mengirim pesan teks ke Aditya menanyakan soal wanita berinisial D.
“Ini perkara saling lapor. Bermula dari chattingan antara pelapor Ken Admiral dengan terlapor AH,” kata Dirreskrimum Polda Sumut Kombes Sumaryono saat konferensi pers di Polda Sumut, Rabu (26/4).
Sumaryono menyebut awalnya Ken dan Aditya saling berbalas pesan di aplikasi perpesanan. Pesan itu berisi persoalan wanita berinisial D.
“Pelapor menanyakan kepada terlapor apa hubungan terlapor dengan teman pelapor berinisial D (perempuan),” tambahnya.