Aceh Utara, baratapost.com – Masyarakat menduga penggunaan dana desa di Gampong Punti, Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara tidak transparan. Hal ini sudah berlangsung selama empat tahun tanpa penjelasan yang memadai.
Warga telah melaporkan masalah ini ke inspektorat dan mendesak Muspika untuk segera menyelesaikan konflik yang sangat meresahkan ini, Sabtu (1/6/2024).
Konflik ini berawal dari pembagian bibit padi lebih dari 1 ton yang tidak jelas penggunaannya. Dugaan selama empat tahun, tidak ada rapat desa yang diadakan untuk menjelaskan penggunaan dana desa kepada masyarakat.
Warga juga mengeluhkan kondisi jalan yang rusak dan becek, yang tidak pernah diperbaiki oleh pihak desa.
“Saat ditanyakan kepada geuchik oleh warga dan aparatur Gampong, jawabannya selalu ‘apa urusanmu’. Geuchik juga tidak menunjukkan siapa aparatur desa yang bertanggung jawab,” jelas Isa, salah satu warga sambil menirukan ucapan geuchik.
“Jika ada yang bertanya atau memberi saran, langsung dipecat oleh geuchik,” sambung Isa.
Menurut warga, geuchik Gampong Punti, Safriani, A.Ma, PD, seringkali berpura-pura sakit setiap kali inspektorat datang untuk memeriksa. Hal ini semakin memperparah ketidakpuasan masyarakat terhadap kepemimpinan Safriani selama empat tahun terakhir, di mana hanya ada pembangunan jalan dan tiang listrik.
Sementara itu Safriani, Geuchik Gampong Punti membantah tudingan tersebut. Ia menjelaskan bahwa penggunaan dana desa telah dilakukan sesuai perencanaan.
“Pada tahun 2021, anggaran digunakan untuk tiang lengkap lampu sebesar Rp 97.960.000. Tahun 2022, dibuat pintu air dengan anggaran Rp 14.647.000 untuk tipe 1 dan Rp 13.387.000 untuk tipe 2 serta jalan usaha tani sepanjang 470 meter dengan anggaran Rp 68.515.000. Selain itu, dibuat gapura dengan anggaran Rp 25.000.000 dan normalisasi saluran sepanjang 1.200 meter dengan anggaran Rp 51.485.000,” jelasnya pada Sabtu, pukul 15.00 WIB.
Untuk tahun 2023, lanjut Safriani, anggaran desa digunakan untuk lanjutan pembangunan melasah dengan total mencapai Rp 265.492.400 termasuk sumur bor senilai Rp 110.230.000 dan pembersihan saluran Rp 29.000.000, serta dana desa untuk 27 KPM sejumlah Rp 97.200.000.
Safriani juga mengklarifikasi isu yang berkembang tentang dana sumur minyak tua itu tidak termasuk dana desa.
“Dana yang diberikan oleh Exxon untuk hasil sumur minyak tua tidak termasuk dalam dana desa. Uang tersebut diberikan untuk penjagaan dan pembersihan yang bukan merupakan anggaran dana desa (DD),” terangnya.
“Dana yang diterima selama saya menjabat 4 tahun, saya menerima dana sebesar Rp5.500.000 setiap bulan dari pihak Exxon. Sebelumnya, dana yang diterima dulu sekitar Rp4.000.000 per bulan. Dana ini telah diberikan oleh Exxon selama sekitar 30 tahun, hasil dari sumur minyak tua,” tambahnya.
Safriani juga membantah tuduhan penggelapan dana.
“Itu tidak benar, tuduhan warga terhadap saya bahwa terkait dana desa telah dihabiskan. Dana dari Exxon digunakan secara terpisah dan tidak ada kaitannya dengan dana desa,” tegasnya.
Ia mengatakan, Geuchik lama juga mengelola dana tersebut dengan cara yang sama. Tidak ada perubahan dalam pengelolaan dana ini dari masa ke masa.
“Dengan penjelasan ini, saya berharap dapat meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di masyarakat. Kami selalu berkomitmen untuk transparansi dan penggunaan dana desa yang bertanggung jawab demi kepentingan bersama,” tandasnya.